
Selama ini, praktik industri kesehatan di Indonesia masih berdiri dalam lingkaran sempit dan eksklusif, seolah hanya dipahami oleh mereka yang terkoneksi.
Di banyak kesempatan, keputusan pengadaan alat kesehatan masih bergantung pada koneksi personal antara manajer rumah sakit dan distributor tertentu.
Proses negosiasi lebih menyerupai meja makan privat dibanding forum keterbukaan pelayanan publik.
Ini bukan sekadar masalah sistem.
Ini soal kesan yang ditinggalkan: bahwa pelayanan kesehatan dijalankan oleh kekuatan relasi bisnis, bukan urgensi kebutuhan medis masyarakat.
Akibatnya? Terjadi perebutan koneksi, bukan perebutan kepercayaan.
Padahal, jika kita mau jujur dan berani sedikit keluar dari lingkaran itu, banyak rumah sakit sangat membutuhkan alat-alat kesehatan yang memang menjawab problem riil dalam pelayanan — bukan sekadar produk yang datang dari relasi.
Saya tidak sedang menyalahkan koneksi. Koneksi adalah jembatan.
Namun jembatan saja tak cukup, harus ada aliran makna yang mengalir di atasnya.
Jika perusahaan alat kesehatan mulai memosisikan diri bukan sekadar sebagai penjual produk, tapi sebagai mitra dalam misi pelayanan publik, maka perusahaan tersebut akan lebih hemat dalam pemasaran dan lebih cepat diterima.
Sayangnya, masih banyak yang beranggapan bahwa publik tidak perlu tahu alat kesehatan merk apa yang digunakan di rumah sakit.
Mereka pikir cukup dokter yang tahu, cukup manajemen rumah sakit yang tahu.
Tapi hari ini, pasien pun ingin tahu. Mereka membaca, mereka membandingkan, mereka riset.
Bahkan, branding alat kesehatan mulai mempengaruhi persepsi pasien terhadap kualitas rumah sakit itu sendiri.
Contoh Kasus: Bagaimana GE dan Mindray Memasuki Benak Pasien

Ambil contoh GE Healthcare. Mereka tak hanya menyasar rumah sakit.
Mereka menciptakan konten edukatif, infografik, dan video testimoni yang tidak hanya menjangkau dokter, tapi juga menjangkau publik.
Mereka menarasikan teknologi MRI, USG, hingga ventilator dalam bahasa yang bisa dipahami oleh ibu rumah tangga sekalipun.
Begitu juga Mindray, perusahaan asal Tiongkok yang dulu dipandang sebelah mata, kini pelan-pelan membangun kredibilitas lewat YouTube, LinkedIn, dan artikel SEO-friendly yang membahas teknologi, sertifikasi, serta kegunaan produk mereka.
Pasien kini mulai menyebutkan nama merek alat, bukan hanya “alat itu yang biasa dipakai dokter”.
Ini adalah bentuk edukasi pasif, di mana publik terpapar merek tanpa merasa digurui.
Membuka Pintu ke Hati Publik Lewat Digital
Inilah titik jembatannya:
Media sosial dan website bukan hanya katalog elektronik, tetapi gerbang kesadaran publik terhadap kredibilitas brand kesehatan.
Hari ini, orang percaya pada konten organik, bukan brosur.
Sebagian pelaku usaha alat kesehatan mengeluh:
“Waktu kami habis untuk urusan tender, sertifikasi, dan logistik — mana sempat mikirin digital marketing?”
Namun, pernahkah Anda bertanya:
“Berapa kali konten Anda dilihat oleh orang yang sebenarnya ikut menentukan keputusan pembelian, walau tidak secara langsung?”
Mari saya ajak Anda membayangkan.
Seorang direktur rumah sakit tengah makan malam bersama istri dan dua anak kuliahan. Ia menceritakan bahwa minggu depan harus memilih kontraktor untuk ruang operasi baru.
Tanpa disadari, beberapa minggu sebelumnya, sang direktur pernah melihat konten dari sebuah brand Modular Operating Theatre (MOT) di Instagram.
Konten itu muncul kembali di feed sang anak, yang kemudian iseng bertanya:
“Pa, yang MOT dari perusahaan ini ya? Bagus lho, aku sempat lihat juga di TikTok, kayaknya teknologinya modern banget…”
Percakapan kecil, tapi ini bukan sekadar obrolan meja makan.
Ini adalah titik masuk pengaruh.
Konten yang pernah Anda buat bisa hadir di ruang-ruang yang tak pernah Anda jangkau.
Karena hari ini, pengambil keputusan bisa duduk bersama co-decision makers yang tak formal — keluarga, kolega, bahkan komunitas daring.
Mengapa Masih Banyak yang Salah Persepsi tentang Digital Marketing

Sering kali, karena gratis dan mudah diakses, platform digital justru dianggap remeh.
Akun Instagram diserahkan ke staf yang “kurang kerjaan”.
Website dibuat asal tampil.
SEO dianggap pekerjaan sekali jadi.
Padahal, masuk dalam rekomendasi ChatGPT atau Google hari ini bisa lebih berharga daripada muncul di billboard seharga ratusan juta.
Tapi sayangnya, karena tak tampak mahal, ia dianggap murah.
Padahal butuh ekosistem, disiplin, dan keahlian agar platform digital bisa jadi mesin reputasi dan kepercayaan.
Contextual Content Marketing: Strategi Lama dalam Wadah Baru
Konsep ini sejatinya bukan hal baru.
Dulu, saat sales mobil mendekati satu keluarga, ia tidak hanya bicara ke kepala keluarga, tapi memperhatikan siapa yang punya pengaruh keputusan — anak, istri, atau bahkan mertua.
Di era digital, strategi itu masuk dalam bentuk contextual content marketing:
konten yang hadir di waktu dan tempat yang tepat, kepada orang yang punya pengaruh, bukan hanya target utamanya.
Dengan data, histori pencarian, lokasi, dan perilaku digital, kita bisa membidik bukan hanya siapa yang membeli, tapi siapa yang mempengaruhi pembeli.
Langkah Membuat Contextual Content Marketing yang Efektif
- Bangun ekosistem digital Anda terlebih dahulu.
Jangan mulai dari postingan, mulailah dari pemetaan: siapa targetnya, siapa yang mempengaruhi keputusan, dan konten apa yang menjawab pertanyaan mereka. - Gunakan prinsip data-driven marketing.
Konten bukan sekadar tampil, tapi harus bisa ditelusuri kembali.
Buat funnel yang jelas: dari konten ke WhatsApp, dari testimoni ke email, dari video ke call center. - Pastikan konten Anda hidup di rumah yang benar.
Website yang sehat, landing page yang cepat dimuat, media sosial yang konsisten, dan kehadiran digital yang bisa direkomendasikan oleh AI seperti ChatGPT dan Google.
"Hari ini, jika Anda tidak bisa ditemukan, Anda dianggap tidak ada."
Industri kesehatan adalah tentang kepercayaan — kepercayaan yang dibangun sebelum tangan menyentuh alat, sebelum diagnosis ditulis, dan sebelum kontrak ditandatangani.
Dan percayalah, kepercayaan hari ini dimulai bukan dari rapat formal, tapi dari paparan konten digital yang konsisten dan penuh empati.
Jika Anda ingin berdiskusi lebih jauh tentang bagaimana membangun sistem digital yang relevan untuk brand alat kesehatan Anda, saya membuka ruang untuk ngobrol lebih dalam.
Mari kita bicara bukan sebagai klien dan konsultan, tapi sebagai sesama pelayan dalam misi kesehatan publik yang lebih manusiawi.
Artikel ditulis oleh :
Selamat Datang Kepada Calon Klien di Kreatif Digi, yang Melayani Industri Kesehatan yang selalu Berkembang.
Jika Anda ingin tahu artikel lain yang serupa dengan Refleksi Strategi Digital Industri Kesehatan di Era Kepercayaan, Anda bisa mengunjungi kategori Insight.


Artikel Terkait