4 months ago · Updated 2 months ago

Di tengah penurunan kelas menengah yang mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap produk-produk kelas menengah, industri kesehatan justru menunjukkan potensi yang terus berkembang. Salah satu fenomena yang terlihat adalah meningkatnya perhatian konsumen terhadap kualitas alat dan teknologi medis yang digunakan dalam pelayanan kesehatan. Konsumen saat ini semakin teliti dalam memilih layanan medis, tidak hanya mengutamakan keahlian tenaga medis, tetapi juga memperhatikan kualitas dan merek alat kesehatan yang digunakan. Hal ini menunjukkan perubahan signifikan dalam perilaku konsumen, di mana mereka tidak hanya menginginkan perawatan medis yang profesional, tetapi juga alat yang mendukung efektivitas dan keamanan prosedur medis tersebut.
Salah satu contoh relevan adalah perubahan tren dalam permintaan bedah plastik estetika. Berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetika Indonesia (PERAPI), ada peningkatan signifikan dalam permintaan bedah plastik yang tidak hanya dipicu oleh pengaruh selebriti, tetapi juga oleh pencarian jati diri individu. Pasien kini lebih memilih prosedur yang dapat meningkatkan penampilan alami mereka, daripada yang berfokus pada perubahan drastis. Oleh karena itu, klinik dan rumah sakit yang menyediakan layanan ini perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar yang semakin cerdas dan selektif, dengan menawarkan teknologi medis terbaru yang dapat mendukung hasil yang lebih alami dan aman.
Selain itu, dalam diskusi mengenai prosedur bedah plastik, terutama di kalangan wanita yang berbagi pengalaman operasi payudara, mereka tidak hanya mendiskusikan dokter mana yang terbaik, tetapi juga mulai membahas pentingnya teknologi pemindai payudara 3D. Teknologi ini dianggap dapat memberikan hasil yang lebih akurat dalam menentukan tindakan medis yang tepat. Pemahaman akan teknologi canggih dalam dunia medis ini menunjukkan bahwa pasien kini tidak hanya bergantung pada rekomendasi dokter, tetapi juga aktif mencari informasi terkait dengan teknologi yang mendukung keberhasilan prosedur mereka. Ini merupakan perubahan besar dalam dinamika pasar layanan kesehatan, di mana pasien memiliki kendali lebih besar atas keputusan medis yang mereka buat.
Pengetahuan yang semakin berkembang di kalangan konsumen ini juga didukung oleh penelitian dan jurnal terkait yang menunjukkan bagaimana pemahaman pasien tentang teknologi medis dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam memilih layanan kesehatan. Sebagai contoh, penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Medical Internet Research menunjukkan bahwa pasien yang memiliki pengetahuan lebih tentang teknologi medis cenderung memiliki pengalaman yang lebih baik dan hasil yang lebih memuaskan setelah menjalani prosedur medis. Oleh karena itu, industri kesehatan harus lebih responsif terhadap tren ini, dengan terus mengedukasi konsumen mengenai teknologi medis terkini dan menyesuaikan layanan mereka untuk memenuhi ekspektasi yang semakin tinggi dari pasien yang semakin cerdas.
Lalu, Apa yang Menyebabkan Perilaku Tersebut?

Perubahan perilaku konsumen dalam industri kesehatan, terutama terkait dengan pemilihan produk dan layanan medis, dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, salah satunya adalah daya beli yang semakin terbatas. Ketika kelas menengah mulai tergerus, kelas menengah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu mereka yang berhasil naik ke kelas atas dan mereka yang turun ke kelas bawah. Kedua kelompok ini memiliki kecenderungan membawa perilaku konsumsi yang serupa saat mereka di kelas menengah, meskipun dengan perbedaan dalam anggaran. Kelompok yang naik ke kelas atas, meskipun memiliki daya beli yang lebih tinggi, tetap membawa kebiasaan dari kelas menengah dengan mencari produk atau jasa yang berkualitas baik dan layak dibelanjakan. Namun, dengan anggaran yang lebih besar, mereka cenderung lebih selektif dan berhati-hati dalam memastikan bahwa produk atau layanan yang mereka pilih sesuai dengan standar kualitas yang mereka harapkan.
Di sisi lain, kelompok yang terperosok ke kelas bawah juga menunjukkan perilaku yang lebih cermat dalam mengelola pengeluaran mereka. Ketika mereka berada di kelas menengah, konsumen ini mungkin cenderung membeli barang dan jasa dengan harga yang lebih adil atau sesuai dengan nilai pasar. Namun, setelah turun kelas, mereka harus lebih berhati-hati dalam menentukan pilihan. Mereka akan memastikan bahwa meskipun kualitas produk atau layanan yang mereka pilih mungkin sedikit menurun, harga yang mereka bayar tetap sesuai dengan anggaran yang tersedia. Dengan kata lain, konsumen ini lebih fokus pada nilai yang mereka dapatkan, atau dikenal dengan istilah "value for money". Mereka akan sangat selektif dalam membandingkan berbagai pilihan sebelum melakukan pembelian.
Perilaku konsumen yang lebih selektif ini juga dipengaruhi oleh peningkatan akses informasi, yang memungkinkan mereka untuk membandingkan kualitas dan harga dengan lebih mudah. Sebagai contoh, dalam sektor kesehatan, pasien kini memiliki lebih banyak sumber informasi mengenai alat medis dan teknologi terbaru yang digunakan dalam prosedur medis. Mereka tidak hanya mengandalkan rekomendasi dari tenaga medis, tetapi juga mencari informasi melalui internet, forum-forum kesehatan, serta berbagi pengalaman dengan orang lain yang sudah menjalani prosedur serupa. Dengan kemudahan akses informasi ini, konsumen menjadi lebih cermat dalam memilih produk dan jasa yang sesuai dengan anggaran mereka, sembari memastikan bahwa kualitas tidak turun secara signifikan.
Di samping itu, tren "value for money" ini juga dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi yang mendorong konsumen untuk lebih berhati-hati dalam pengeluaran. Dalam situasi ekonomi yang sulit, konsumen semakin waspada dalam membelanjakan uang mereka, terutama untuk produk atau layanan yang tidak mereka anggap sebagai kebutuhan mendesak. Oleh karena itu, mereka cenderung mencari produk dan layanan yang memberikan manfaat maksimal dengan harga yang lebih terjangkau. Dalam konteks ini, industri kesehatan, misalnya, harus mampu menawarkan solusi yang memberikan keseimbangan antara kualitas dan harga, serta menjelaskan secara jelas kepada pasien mengenai keunggulan teknologi medis yang digunakan.
Secara keseluruhan, perubahan dalam perilaku konsumen ini menuntut industri untuk lebih responsif terhadap kebutuhan dan preferensi pasar yang semakin kritis. Konsumen yang lebih terinformasi akan semakin menuntut transparansi dan akuntabilitas dari penyedia layanan, termasuk dalam hal kualitas dan harga. Untuk itu, penyedia layanan kesehatan harus mampu memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami mengenai teknologi yang digunakan, serta memberikan pilihan yang sesuai dengan berbagai segmen pasar, baik yang memiliki daya beli lebih tinggi maupun yang cenderung lebih sensitif terhadap harga. Hal ini akan memastikan bahwa konsumen merasa yakin dan puas dengan keputusan pembelian yang mereka buat.
Cenderung Skeptis

Perubahan perilaku konsumen yang semakin kritis terhadap produk dan layanan kesehatan telah membawa dampak signifikan pada cara perusahaan berkomunikasi dan memasarkan produknya. Salah satu dampaknya adalah munculnya sikap skeptis terhadap iklan, promosi, dan bahkan pendapat dari Key Opinion Leaders (KOL). Konsumen kini lebih memilih untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber yang dianggap lebih kredibel, seperti ulasan pengguna lain, pengalaman nyata, dan konten yang mereka temui secara mandiri. Hal ini menciptakan tantangan baru bagi perusahaan yang sebelumnya mengandalkan iklan tradisional atau promosi dari figur publik untuk menarik perhatian konsumen. Masyarakat semakin mendewasa dalam memilih produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, serta lebih berhati-hati dalam mempercayai klaim yang tidak didukung oleh bukti yang jelas.
Fenomena ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh pakar pemasaran Hermawan Kartajaya, yang baru-baru ini mengemukakan bahwa kita telah memasuki era Marketing for Good. Di era ini, konsumen tidak hanya peduli pada kualitas dan harga, tetapi juga pada nilai-nilai yang diusung oleh perusahaan. Mereka semakin tidak toleran terhadap perusahaan yang melanggar etika, membuat janji palsu, atau yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Konsumen kini lebih cenderung memilih produk dari perusahaan yang dianggap bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan, serta yang menjaga integritas dan kepercayaan publik. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu menunjukkan bahwa mereka memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan harapan konsumen.
Perubahan ini memaksa perusahaan untuk lebih dekat dengan calon konsumen dan lebih transparan dalam komunikasi mereka. Sebagai contoh, produsen alat kesehatan yang sebelumnya lebih banyak berfokus pada komunikasi dengan mitra seperti rumah sakit dan dokter, kini dituntut untuk membuka akses komunikasi dengan pasien. Jika dulu perusahaan alat kesehatan sering mengadakan seminar-seminar untuk dokter dan manajemen rumah sakit, kini mereka perlu memperluas cakupan dan mengkomunikasikan nilai serta kualitas produk mereka langsung kepada konsumen. Hal ini memungkinkan pasien untuk lebih memahami teknologi medis yang digunakan dalam perawatan mereka dan memastikan bahwa produk yang digunakan memenuhi standar etika dan kualitas yang mereka harapkan.
Di sisi lain, konsumen kini ingin memastikan bahwa mereka mendapatkan perawatan dengan teknologi medis yang mutakhir, aman, efektif, dan sesuai norma atau etika. Dalam konteks ini, perusahaan alat kesehatan harus memastikan bahwa produk mereka tidak hanya memenuhi standar medis, tetapi juga diterima secara etis oleh konsumen. Oleh karena itu, perusahaan perlu membangun citra yang positif dengan mengadopsi prinsip Marketing for Good, yang menekankan nilai-nilai seperti transparansi, keberlanjutan, dan tanggung jawab sosial. Hal ini tidak hanya membantu perusahaan menarik minat konsumen, tetapi juga mempertahankan reputasi dan kepercayaan yang sudah dibangun.
Untuk memenuhi ekspektasi konsumen yang semakin cerdas dan selektif, perusahaan alat kesehatan harus mengambil langkah konkret untuk meningkatkan komunikasi dan transparansi. Mereka perlu memperkenalkan produk mereka secara jelas kepada konsumen, menjelaskan teknologi yang digunakan, serta membuktikan bahwa produk tersebut memenuhi standar etika yang tinggi. Dengan cara ini, perusahaan dapat membangun hubungan yang lebih kuat dengan konsumen, yang pada gilirannya meningkatkan loyalitas dan memperkuat citra perusahaan. Era Marketing for Good ini memaksa perusahaan untuk tidak hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek, tetapi juga pada pembangunan hubungan jangka panjang yang didasarkan pada kepercayaan, transparansi, dan komitmen terhadap nilai-nilai sosial yang lebih besar.
Mendekatkan Konsumen

Dalam artikelnya yang berjudul "Peperangan Penuh Ketidakpastian," Ignatius Untung menekankan bahwa dalam dunia marketing, pendekatan humanis sangatlah penting. Marketing bukan hanya soal angka dan negosiasi, tetapi juga tentang memahami manusia dan perasaan mereka. Dalam sektor alat kesehatan, penting untuk lebih memperhatikan aspek manusiawi dalam setiap aspek pemasaran. Ini bukan hanya soal menjalin hubungan dengan rumah sakit atau dokter berdasarkan nama atau gelar mereka, tetapi lebih pada pemahaman bahwa rumah sakit berkembang karena ada pasien yang merasakan manfaat dari pelayanan tersebut, dan dokter menjalankan profesinya untuk melayani pasien sebagai manusia. Oleh karena itu, perusahaan alat kesehatan harus mulai memperlakukan mitra dan konsumen sebagai individu yang memiliki perasaan, kebutuhan, dan harapan, bukan sekadar entitas bisnis.
Sebagaimana dijelaskan oleh Untung, manusia cenderung menggunakan perasaan dalam menilai sesuatu, termasuk produk dan layanan yang mereka pilih. Dalam konteks pemasaran, ini berarti perusahaan alat kesehatan harus berhati-hati untuk tidak hanya berfokus pada angka, keuntungan, dan statistik. Meskipun data dan negosiasi B2B (business-to-business) tetap penting, pendekatan humanis yang mengakui perasaan dan pengalaman manusia juga perlu diutamakan. Jika keputusan pemasaran hanya didasarkan pada angka dan perkiraan keuntungan, ketidakpastian dalam bisnis, seperti perusahaan besar yang tiba-tiba bangkrut atau perusahaan kecil yang berkembang pesat, akan sering terjadi. Perusahaan harus mampu mengenali dan merespons perasaan dan kebutuhan konsumen, karena inilah yang membuat mereka relevan dan bertahan dalam jangka panjang.
Disisi lain, untuk bisa dekat dengan konsumen, perusahaan harus selalu hadir di hadapan mereka. Salah satu cara sederhana untuk menjalin kedekatan dengan konsumen adalah melalui penyebaran konten yang relevan dan sesuai dengan kebiasaan manusia saat ini. Dengan berkembangnya teknologi, penyebaran konten kini bisa dilakukan melalui berbagai platform seperti media sosial, pencarian Google, marketplace, atau bahkan tempat-tempat fisik seperti pusat perbelanjaan, tempat hiburan, dan transportasi publik. Meskipun hasil pemasaran ini mungkin tidak selalu dapat dihitung dengan angka pasti, penting bagi perusahaan untuk berada di tempat yang tepat, di waktu yang tepat, dan dengan pesan yang relevan. Seperti yang diajarkan Jenderal Sun Tzu dalam The Art of War, untuk bisa "menusuk lawan," kita perlu terlebih dahulu mendekatkan diri dan memahami lawan itu. Demikian pula dalam pemasaran, kita harus memahami dan mendekati konsumen dengan cara yang tepat. Namun, jalan manusia selalu berubah, sehingga cara kita mendekat pun harus ikut berubah. Peluang keberhasilan kuncinya adalah mengikuti kedinamisan manusia. Siapa yang berhasil mendekat pada manusia biasanya dirasakan sebagai perusahaan yang baik dan beretika.
Jalan manusia selalu berubah, dan apa yang relevan dan efektif hari ini mungkin tidak akan berlaku di masa depan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengikuti perubahan tersebut dan menyesuaikan cara mereka berinteraksi dengan konsumen. Keberhasilan pemasaran sangat bergantung pada kemampuan perusahaan untuk mengikuti dinamika perilaku manusia yang terus berubah. Dalam hal ini, perusahaan yang mampu merespon perubahan ini dengan baik adalah yang dianggap memiliki nilai etika dan bisa dirasakan sebagai "perusahaan yang baik" oleh konsumen. Perusahaan yang berhasil membangun hubungan yang dekat dan berbasis kepercayaan dengan konsumen akan lebih mudah bertahan di pasar, bahkan dalam kondisi yang penuh ketidakpastian.
Pemasaran yang berfokus pada manusia bukan hanya soal menjual produk, tetapi juga membangun hubungan yang bermakna dan berkelanjutan dengan konsumen. Ini melibatkan pemahaman terhadap kebutuhan, harapan, dan perasaan manusia, serta kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan perilaku mereka. Untuk itu, perusahaan alat kesehatan harus mampu mendekati konsumen dengan cara yang lebih personal dan relevan, tidak hanya melalui data dan angka semata. Dengan pendekatan yang lebih humanis ini, perusahaan tidak hanya akan bertahan, tetapi juga bisa berkembang dengan cara yang lebih etis dan berkelanjutan.
Artikel ditulis oleh :
Selamat Datang Kepada Calon Klien di Kreatif Digi, yang Melayani Industri Kesehatan yang selalu Berkembang.
Jika Anda ingin tahu artikel lain yang serupa dengan Marketing for Good Bagi Industri Kesehatan, Anda bisa mengunjungi kategori Alat Kesehatan.
Artikel Terkait