Di era digitalisasi yang semakin mendominasi dunia, kini muncul kerinduan akan sentuhan fisik. Sentuhan meta yang sebelumnya diandalkan terasa kurang memberi koneksi manusiawi. Film-film fiksi ilmiah yang memprediksi dunia dikuasai oleh robot tampaknya belum terbukti benar adanya.
Saat ini, fenomena yang disebut phytigal semakin berkembang, di mana manusia tetap menginginkan kehadiran fisik tanpa meninggalkan kehidupan digitalnya. Salah satu contoh sederhana fenomena ini adalah konsep IKEA di Indonesia, yang memberi banyak inspirasi pada kita semua.
Retail perabotan rumah dan furniture asal Swedia ini telah lama memahami bahwa konsumen tidak dapat sepenuhnya melepaskan diri dari sentuhan fisik, meskipun tetap mendambakan digitalisasi. Jika Anda pernah berbelanja di IKEA, Anda pasti merasakan pengalaman berbeda saat berada di sana.
Sama seperti ketika kita begitu asyik scroll di e-commerce atau marketplace, membaca deskripsi, membandingkan produk, hingga tanpa sadar waktu berlalu begitu cepat—itulah yang juga dirasakan di IKEA. Pengalaman belanja di IKEA menawarkan gedung luas lengkap dengan cafe dan beragam cemilan, yang membuat Anda merasa berada di lebih dari sekedar toko furniture.
Anda juga dihadirkan ragam display yang memancing kreativitas, anda diberi kebebasan waktu di sana untuk menimbang, namun ketika anda tertarik, maka prosesnya sama seperti berbelanja secara online. Anda bisa memilih produk, membayar, dan jika barangnya besar, mengatur pengiriman, atau langsung membawanya pulang jika memungkinkan.
Akan tetapi, jika anda masih ragu untuk memutuskan, maka anda cukup simpan kode produk-produk yang anda incar, dan pulang ke rumah. Anda juga punya banyak waktu untuk memutuskan dan ketika anda sudah memutuskan, anda cukup belanja secara online di situs IKEA. Fenomena phytigal ini menunjukkan bagaimana sentuhan fisik tetap penting, tanpa meninggalkan digitalisasi.
Disrupsi yang Sudah Tak Lagi Menakutkan
Sekitar sepuluh tahun yang lalu, isu disrupsi sangat menakutkan bagi pelaku usaha. Di mana-mana mereka membicarakan tentang digitalisasi. Perilaku belanja online menjadi mimpi buruk bagi pemilik-pemilik toko. Segala sektor usaha banyak mengeluhkan sepinya pembeli di toko mereka dan banyak toko-toko yang dulu ramai kini tutup terbengkalai.
Bagi yang segera melakukan perubahan digitalisasi, mereka bisa sedikit bernafas lega. Mulai bermunculan agensi yang menawarkan jasa digitalisasi, hingga konsultan bisnis, dan seakan "go digital” menjadi prioritas nomor satu. Namun, semangat ini tak selalu diiringi dengan pengetahuan yang cukup, dan banyak yang menganggap digitalisasi sebagai jalan instan untuk mengembangkan bisnis, padahal kenyataannya membutuhkan konsistensi, kesabaran, dan ketekunan.
Seiring waktu, akses digitalisasi pun menjadi lebih mudah, bukan hanya menjadi milik mereka yang pintar teknologi saja. Semua orang kini dapat belajar dan masuk ke dunia digital dengan cepat, tak terkecuali para pelaku usaha. Tidak ada lagi konsultan digital yang dibayar terlalu tinggi karena aksesnya begitu rumit. Justru agensi digital marketing mulai banyak bermunculan dengan harga yang wajar, memberikan layanan yang lebih terjangkau dan efektif untuk memikat para pelaku usaha.
Blue Bird, Bukti Trial Error Digitalisasi
Blue Bird, perusahaan taksi yang patut menjadi teladan dan inspirasi bagi para pelaku usaha. Ketika marak munculnya taksi online, Blue Bird kehilangan market sharenya sebagai pemimpin pasar taksi. Blue Bird tidak tinggal diam dan mulai mempelajari terkait digitalisasi. Dimulai dari pesanan call center yang bisa diakses di aplikasi, bergabung bersama Gojek hingga memantapkan aplikasi My Blue Bird.
Awalnya, upaya digitalisasi Blue Bird tampak tidak membuahkan hasil dan terus mengalami penurunan pendapatan, bahkan mereka sering disebut sebagai contoh perusahaan yang terdampak disrupsi. Namun, berkat konsistensi Blue Bird untuk terus menerus belajar mengenal digital marketing, justru orang-orang mulai ramai membicarakan pengalaman terbaik mereka ketika naik taksi Blue Bird ketimbang taksi online.
Bahkan ada yang mengatakan “Tidak apa, jika ada budget lebih mending naik Blue Bird. Lebih tenang di jalan ketimbang naik yang lain.”
Salah satu konsistensi Blue Bird yang juga membuktikan keberhasilannya dalam digitalisasi adalah tidak pernah lelah dalam membuat konten. Salah satu konten terviral Blue Bird adalah ketika sang CEO terjun langsung menjadi sopir dan membawa penumpang. Konten menjadi viral dengan sangat cepat, seolah mengingatkan pada konsumen bahwa Blue Bird tidak pernah berubah dari segi pelayanan dan terus mendengar kebutuhan konsumen.
Phytigal Marketing, Sang Primadona
Sepintas, dunia seakan tidak lagi menghargai sentuhan fisik. Emosi menjadi yang nomor dua, yang terpenting adalah kemudahan akses dan serba cepat. Namun ternyata, manusia adalah makhluk yang paling cepat beradaptasi dan juga tidak dapat meninggalkan jati dirinya sebagai makhluk sosial. Karena itulah ketika dunia berubah dengan begitu cepat dan berkembang menjadi dunia digital, mereka tiba-tiba mampu berhenti sejenak dan memaknai betapa pentingnya hubungan yang nyata.
Saat pandemi, manusia dipaksa berjarak secara fisik, banyak yang berpikir bahwa sudah saatnya manusia sepenuhnya bergantung pada teknologi dan digital namun hal tersebut ternyata tidak bertahan lama. Manusia mulai ramai mengunjungi tempat makan, nongkrong di taman sehingga taman menjadi lebih ramai dari sebelumnya, bahkan mereka lebih menghargai interaksi yang tulus ketimbang template robot dalam bertransaksi
Seperti kisah IKEA yang membiarkan konsumen melihat, menyentuh dan merasakan langsung furniture yang terpajang di store mereka dan memberi kebebasan waktu untuk memutuskan. Seperti Blue Bird yang tetap memberikan standar tinggi dalam pelayanannya termasuk supirnya yang sopan dan jujur. Kami berharap anda juga dapat menikmati phytigal marketing yang sepertinya tidak serumit digital marketing sebab anda tetap diberi kebebasan untuk menjadi diri anda sendiri dalam menjalankan usaha anda.
Bersama Kreatif Digi, Menjadi Diri Sendiri
Sejak berdirinya Kreatif Digi dari sebelum pandemi hingga ketika pandemi berlangsung, saya sering memotivasi klien bahwa kuncinya adalah kesabaran dan konsisten dalam menikmati hasil dari aktivitas digital marketing. Tentu saja, sangat jelas, kita tidak dapat kembali lagi untuk melakukan cara di masa lalu dalam melakukan aktivitas marketing. Dan yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha adalah menghadapi perubahan demi perubahan yang terjadi.
Maka itu, layanan agensi kreatif Kreatif Digi sejak awal tidak menggunakan limitasi atau pembatasan seperti limit revisi, limit jumlah konten dan bahkan kami tidak mengenal biaya tambahan. Semua kesepakatan awal, itulah biayanya tidak ada biaya tersembunyi. Mungkin, sebagian orang menganggap bahwa dengan adanya ketentuan ini, maka kami akan mudah dipermainkan oleh klien dan membuat team agensi kami menjadi overload pekerjaan dan tidak akan bertahan. Mungkin saja benar apa yang ditakutkan. Beberapa kali kami memang mengalami overload pekerjaan dan sering terjadi turnover team. Namun, kami percaya bahwa Kreatif Digi harus menjadi mitra yang mau untuk terus berjalan bersama dalam menghadapi perubahan-perubahan itu. Maka, saya terus mengingatkan team bahwa bekerjalah dengan tulus. Mitra kami tentu tidak semua buta hati melihat ikhtiar kami untuk mereka.
Dengan strategi yang terus memberikan kinerja yang baik, puji Tuhan sampai saat ini team Kreatif Digi masih ada untuk melayani mitra-mitra kami dengan berbagai macam perubahan yang terjadi. Agensi kreatif kami siap untuk menghadapi gaya baru, Phytigal Marketing.
Artikel ditulis oleh :
Selamat Datang Kepada Calon Klien di Kreatif Digi, yang Melayani Industri Kesehatan yang selalu Berkembang.
Jika Anda ingin tahu artikel lain yang serupa dengan Gaya Hidup Phytigal, Anda bisa mengunjungi kategori Digital Marketing.
Leave a Reply
Artikel Terkait